ASMA PADA ANAK

BATUK KRONIS (MENAHUN) PADA ANAK BELUM TENTU KP (TBC)

Bila anda mempunyai Balita yang menderita Batuk yang menbandel dan cenderung lama ada baiknya anda baca penjelasan di bawah ini:

Batuk, merupakan masalah respiratorik yang sering dijumpai sehari-hari. Batuk juga merupakan alasan tersering mengapa seorang anak dibawa oleh orang tuanya ke fasilitas kesehatan. Di Amerika Serikat, selama kurun waktu 1995 hingga 1996 sebanyak 24 juta kunjungan pasien ke dokter disebabkan oleh keluhan batuk. Sementara untuk asma tercatat 3 juta kunjungan. Sedangkan di Inggris, batuk yang tidak disertai gejala influenza memiliki prevalensi 28,5 persen pada anak laki-laki, dan 30,3 persen pada anak perempuan.

“Batuk merupakan fenomena yang normal,” kata Dr. Darmawan B. Setyanto, Sp.A(K) dalam Pendidikan Dokter Berkelanjutan yang berlangsung di Hotel Borobudur, 24-25 Juli 2006. Batuk, sambung Darmawan, merupakan salah satu mekanisme pertahanan respiratorik yang sangat penting yang akan mencegah aspirasi makanan padat atau cair, dan berbagai benda asing lain. Batuk juga akan membawa keluar sekret berlebih yang diproduksi saluran respiratorik, terutama pada saat terjadi inflamasi respiratorik.

Sampai batas tertentu, ujar Darmawan, sebagian besar batuk bermanfaat. Namun pada keadaan tertentu, batuk dapat menjadi masalah. Jika batuk berlangsung berat, sering, dan lama, maka sangat mungkin terdapat penyakit yang mendasarinya. Dengan demikian, tata laksana batuk ditujukan kepada penyakit dasarnya.

Batuk akut atau kronik?
Penyebab batuk tersering pada anak dalam praktek sehari-hari adalah infeksi respiratorik akut (IRA). Infeksi yang terutama disebabkan oleh virus ini umumnya menyebabkan batuk akut. Beberapa kalangan mengklasifikasikan batuk akut sebagai batuk yang berlangsung kurang dari 2 minggu. Hal yang mendasarinya, pada anak yang mengalami IRA, tiga perempatnya sudah membaik dalam minggu pertama. Batuk ini biasanya tidak produktif dan bersifat self limiting, akan membaik dengan atau tanpa pemberian obat apapun. Sebanyak 94 persen penderita batuk akut akan membaik pada akhir minggu kedua. Sedangkan jika batuk berlangsung lebih dari 2 hingga 3 minggu maka digolongkan sebagai batuk kronik.

Jika batuk akut karena IRA tidak membutuhkan penggalian diagnostik lebih lanjut, batuk kronik seringkali menimbulkan permasalahan dan tantangan dalam melakukan diagnosis. Darmawan mengatakan, anak memiliki pola penyakit respiratorik yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Sebagai contoh, virus pada orang dewasa hanya menyebabkan penyakit ringan, seperti salesma, namun pada anak dapat menjadi penyakit yang mengancam nyawa, seperti bronkiolitis dan croup. Penyakit yang sama bisa memberi gejala klinis utama yang berbeda pada anak dengan orang dewasa. “Asma pada pasien dewasa biasanya bermanifestasi sebagai mengi, namun kadang pada anak gejala asma berupa batuk kronik berulang tanpa mengi,” ujar Darmawan.

Pada kasus batuk kronik penggalian klinis perlu dilakukan dengan lebih seksama dan hati-hati, terutama dalam anamnesis. Dalam melakukan anamnesis, penilaian klinis dapat dimulai dengan beberapa cara, misalnya melihat umur pasien, sifat batuk akut atau kronik, batuk kering atau berdahak, dan seterusnya.

“Langkah awal penilaian anak dengan batuk kronik adalah menentukan karakteristik batuk,” kata Darmawan. Perlu ditanyakan apakah batuk bersifat produktif atau kering, tunggal, atau berturutan. Anak kecil balita biasanya belum bisa ‘mengeksplorasikan’ dahaknya, sehingga mereka akan menelan secret respiratorik yang dibatukkannya, atau kemudian memuntahkannya. Bila gejala batuk timbul setelah peristiwa tersedak, dan kemudian batuk menetap, kemungkinan aspirasi benda asing perlu dipikirkan.

Hal lain yang perlu digali, apakah ada hal yang memperberat atau meringankan gejala batuk? Apakah pencetus yang lazim pada asma, misalnya pajanan udara dingin, perubahan cuaca, debu, asap rokok, bulu binatang, akan memperburuk gejala batuk?

Asma pemicu batuk
Asma terkadang dicirikan oleh batuk. Darmawan mengatakan penyebab tersering batuk kronik pada anak dalam semua umur adalah asma. Dalam menghadapi kasus batuk kronik berulang pada anak, diagnosis banding asma berada pada urutan atas.

Darmawan menuturkan tidak mudah membedakan batuk asma dan batuk kronik non asma. Namun beberapa petunjuk bisa digunakan, misalnya jika batuk timbul di luar fase IRA, yang muncul setelah terpajan dengan pencetus asma. Riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga dapat menambah nilai diagnosis.

Setelah anamnesis, selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis. Pada batuk kronik tanpa kelainan paru yang serius, pemeriksaan fisis anak dapat normal, tanpa kelainan khusus. Namun, ujar Darmawan, tetap perlu dicari berbagai kelainan fisis yang khas, misalnya nyeri tekanan paranasal, tanda terdapat cairan atau infeksi di telinga tengah. Bila ditemukan tanda-tanda alergi akan membantu menegakkan diagnosis. Tabel 1 menunjukkan unsur penting pemeriksaan fisis dalam melakukan evaluasi klinis anak dengan batuk kronik.

Tabel 1. Evaluasi klinis anak dengan batuk kronik

Anamnesis Pemeriksaan Fisis
Umur awitan
Karakteristik batuk
Waktu Timbul Batuk
Gejala Penyerta
Faktor Pencetus
Pengaruh lingkungan dan cuaca
Respons terhadap terapi sebelumnya Tumbuh kembang
– Status nutrisi
– Jari tabuh (clubbing fingers)
– Tanda-tanda sinusitis
– Tanda-tanda alergi : geographic tongue, allergic shiners, Dennie crease
– Toraks : asimetri, kelainan bentuk (pektus ekskavatum, pektus karinatum); hipersonor, redup; ronki, mengi.

Lakukan Pemeriksaan Penunjang
Selesaikah tugas seorang dokter? Belum. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang. “Pemeriksaan penunjang awal untuk anak dengan batuk kronik adalah foto toraks dan uji fungsi paru, jika mampu,” kata Darmawan.

Foto rontgen toraks perlu dilakukan pada semua pasien anak dengan batuk kronik. Foto lama atau foto sebelumnya juga perlu dievaluasi. Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan respiratorik bawah dan patologi kardiovaskular.

Uji fungsi paru merupakan metode pengukuran perpindahan udara ke dalam dan ke luar paru-paru selama manuver pernafasan tertentu. Parameter yang sering digunakan antara lain adalah volume, kapasitas, aliran udara, tahanan (resistance), dan komplians (compliance) paru.

Dr. Nastiti Kaswandani, SP.A mengatakan, uji fungsi paru memiliki peran penting dalam diagnosis untuk mengevaluasi derajat penyakit. “Uji fungsi paru perlu dilakukan pada langkah awal penegakan diagnosis pasien anak dengan batuk kronik,” ujar Nastiti. Spirometri merupakan alat uji fungsi baru yang secara luas paling banyak digunakan. Pemeriksaan spirometri juga membantu dalam penegakan penyakit obstruksi saluran respiratorik seperti asma dan berperan sebagai alat pemantau perkembangan penyakit asma pada anak.

Nastiti mengakui, bahwa tidak mudah menjalankan uji fungsi paru pada anak, karena pasien anak pada umumnya tidak kooperatif. “Tapi, melalui pendekatan yang baik, dilaporkan bahwa pemeriksaan spirometri pada anak pra sekolah dapat diterima dan reprodusibel sebesar 75 sampai 82,6 persen,” katanya.

Pemeriksaan foto sinus paranasalis dilakukan pada pasien dengan IRA yang disertai secret purulen, batuk bertambah pada posisi terlentang, nyeri daerah frontal, dan nyeri tekan di atas sinus. “CT Scan sinus lebih dianjurkan terutama untuk anak yang lebih kecil karena rongga sinus belum berkembang sepenuhnya,” ujar Darmawan.

Pemeriksaan foto dengan kontras barium dilakukan pada kasus batuk yang berhubungan dengan pemberian makanan, batuk yang disertai stridor, atau mengi yang terlokalisir di saluran respiratorik besar. Pemeriksaan lain misalnya pemeriksaan imunologis, dan bronkoskopi.

Jika seluruh pemeriksaan sudah dilakukan secara lengkap dan menyeluruh, namun etiologi batuk tetap tidak ditemukan, kemungkinan kriteria batuk lain perlu dipikirkan. Menurut Darmawan, pasien anak bias jadi mengalami batuk psikogen atau tic. Ciri khas batuk ini adalah menghilang malam hari saat tidur atau bila perhatian pasien sedang teralihkan. “Batuk ini awalnya infeksi virus respiratorik. Orang tua lalu memberi perhatian berlebih pada anaknya, hingga anak meneruskan batuknya agar terus mendapatkan perhatian lebih itu dari orang tuanya,” ujar Darmawan.
Jadi dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kita sebagai orang tua harus bijaksana dalam memilih dokter /pelayanan kesehatan pada waktu memeriksakan putra-putri kita ke dokter supaya tidak terjadi overdiagnose atau salah dalam menentukan penyakit yang diderita yang nantinya berakibat fatal pada putra-puti kita.

Comments (1) »